Kamis, 31 Januari 2013

Sifat Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru



1.    Tragedi pada Periode 1933-1942
Lahirnya Majalah Pujangga Baru, karena sekitar tahun 1920 dikenal majalah dan juga memuat karangan-karangan berupa cerita, sajak serta karangan-karangan tentang sastra seperti majalah sri poestaka ( 1919-1941 ), pandji poestaka (1919-1942), jong Sumatra (1920-1926), tetapi hingga awal tahun 1930-an niat para pengarang untuk menerbitkan majalah khusus kebudayaan dan kesusastraan belum juga terlaksana. Pada tahun 1930 terbit majalah Tim Hoel (1930-1933), mula- mula dalam bahasa belanda, kemudian pada tahun 1933 terbit juga edisi bahasa Indonesia dengan sanasi pane sebagai redaktur. Pada tahun 1932 itu pula Sultan Takdir Alisjahbana yang ketika itu bekerja di balai pustaka mengadakan rubrik “Menuju Kesusastraan Baru“ dalam majalah pandji poestaka. Baru pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sultan Takdir Alisjahbana berhasil mendirikan majalah poedjangga baroe (1933-1942 dan 1949-1953). Pada mulanya keterangan resmi tentang tentang majalah itu berbunyi “Majalah Kesusastraan dan bahasa Serta Kebudayaan Umum“ tetapi sejak tahun 1935 berubah menjadi “Pembawa semangat baru dalam kesusastraan, seni, kebudayaan dan soal masyarakat umum” dan sajak 1936 bunyinya berubah pula menjadi “Pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan persatuan Indonesia”. Majalah ini diperuntukkan guna menampung segala tenaga yang selama ini bercerai berai memuatkan hasil-hasil karyanya di berbagai surat kabar dan majalah umum. Segera majalah poedjangga baroe menjadi tempat berkumpul kaum budayawan, seniman dan cendekiawan Indonesia pada masa itu. Berturut-turut dalam lingkungan majalah itu kita saksikan munculnya nama-nama Armijn Pane, Sultan Takdir Alisjahbana, Mr.Sumanang, Mr.Amir Syariffudin, Mr.S.Muh.Sjah, Dr.Ng.Poerbatjaraka, W.J.S. Koerwadarmenta, H.B. Jassin sebagai anggota redaksi. Majalah ini terbit dengan setia meskipun bukan tanpa kesulitan, berkat pengorbanan dan keuletan Sultan Takdir Alisjahbana. Oplahnya pernah hanya sekitar 500 eksemplar saja setiap terbit dan langganan yang membayar tetap hanya sekitar 150 orang. Kerugian ditanggung oleh kantong Sultan Takdir alisjahbana dan Armeyn Pane. Tetapi ketika Jepang masuk dengan menduduki Indonesia, majalah poedjangga baroe ini segera dilarang terbit karena dianggap “kebarat-baratan”. Tetapi setelah negara Indonesia merdeka, majalah ini tetap diterbitkan kembali oleh Sultan Takdir Alisjahbana. Kelahiran majalah pujangga baru yang banyak melontarkan gagasan-gagasan baru dalam bidang kebudayaan itu bukan tidak menimbulkan reaksi, tetapi menimbulkan berbagai reaksi. Polemik pujangga baru dengan kaum tua itu tidak hanya mengenai bahasa saja, karena gerakan pujangga baru bukanlah hanya gerakan bahasa dan sastra belaka, tetapi mengenai kebudayaan, pendidikan, pandangan hidup kemasyarakatan terjadi polemik yang seru.
Gerakan ’80 suatu angkatan baru dalam sastra belanda timbul tahun 1880 sebagai pengganti angkatan De Gids. Gerakan ini menciptakan prosa, puisi, kritik yang bukan merupakan kelanjutan sastra sebelumnya.

2.    Sifat Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru
Pada hakikatnya kebudayaan (termasuk didalamnya sastra dan seni) eksistensinya sama tuanya dengan manusia, dan ia terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat pendukung kebudayaan itu.
a.     Sifat masyarakat Lama
1)    Masyarakat telah mengenal sistem pengetahuan tentang alam, binatang, musim, teknologi, peralatan, meskipun cara berpikir mereka masih emosional (dikuasai perasaan) dan kompleks. Adanya pengetahuan-pengetahuan tersebut memungkinkan mereka dapat mengambangkan berbagai sektor kehidupan, seperti pertanian, pelayanan, perdagangan, peternakan, dll.
2)    Sistem religi menduduki tempat amat penting. Kepercayaan pada roh (animisme) dan kekuatan-kekuatan gaib (dinamisme) meresapi seluruh kehidupan. Dalam kehidupan masyarakat religi menjadi pusat dari segala aktivitas kehidupan, segala sesuatu dimulai dengan religi dan upacara-upacaranya, agar manusia mendapat rahmat kebaikan dari kekuatan-keuatan gaib itu.
3)    Sistem kemasyarakatan pada masyarakat lama bertumpu pada sistem wilayah desa, dengan sistem organisasi pemerintah yang demokratis, atas dasar musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh kepala suku dan majelis orang-orang tua dalam balai desa. Kewajiban pemerintah desa antara lain menjalankan adat istiadat yang turun temurun dalam berbagai sektor kehidupan. Sistem dan nilai solidaritasnya (rasa bersatu, kegotongroyongan, kerja sama) amat kuat. Individu terdesak. Ia terikat dan tunduk pada aturan-aturan adat, religi dan masyarakatnya. Tapi nilai solidaritas tersebut member rasa aman pada individu/anggota masyarakat. Di samping itu, masyarakat lama memiliki sistem kekerabatan yang  kuat pula, yaitu petrilineal, matrilineal, dan parental, yang merupakan sumber norma-norma perbuaan yang baik dalam hal pembentukan keluarga dan hal-hal yang berkaitan dengan itu (perkawinan, kematian, harta, warisan, dll). Dalam melaksanakannya hokum adat dipegang sekali. Adat (yang bersumber dan realisasi dari religi) ini menguasai kehidupan manusia termasuk juga kehidupan seninya, sehingga kehidupan masyarakat lama bersifat konservatif dan statis.
4)    Kesenian sudah berkembang. Kesenian yang dikuasai oleh intuisi, perasaan dan fantasi itu selalu berjalin dengan religi. Alat memanifestasikan seni ialah bahasa (seni sastra) wayang dan lain-lain.
Bentuk seni sastra  itu antara lain: mitos atau mitologi yang isinya mengisahkan kejadian bumi, melukiskan hubungan manusia dengan dewa-dewa, dunia gaib dan isi alam sebagai proses kosmos. Bentuk-bentuk puisi seperti mantra, pantun dan bidal mewarnai pula kebijaksanaan-kebijaksanaa lisan dalam sistem kehidupan masyarakat. Pengucapan sasta itu disampaikan dengan bahasa indah, halus, dan teliti serta berulang-ulang dalam upacara-upacara yang kadang-kadang disertai tari dan nyanyi, karena kehidupan dan keselamatan manusia bergantung pada  tenaga-tenaga gaib. Bentuk seni wayang  juga sudah berawal pada masa ini seperti Wayang Nini Towok dll. Dan dengan adanya seni wayang tersebut maka seni-seni  yang lain berkembang pula seperti seni suara, instrumental, tari dan seni patung yang berkembang seirama dengan perkembangan religi dalam kehidupan masyarakat.

b.    Sifat Masyarakat Baru
Pada masa ini masyarakat mulai membangun ilmu pengetahuan dan semakin percaya akan kesanggupan ratio manusia mengetahuai rahasia alam dan menguasainya. Pada masa Auflarung, resio memberi penenerangan dan mendatangkan masa kecerahan dalam hidup manusia. Selanjutnya ditentukannya metode-metode dan giatnya penelitian oleh para pemikir, telah memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi amat besar pengaruhnya dan menentukan bagi kehidupan manusia pada zaman ini, karena sejak abad ke-19 iptek telah memberikan sumbangan besar pada kemajuan industri dan ekonomi bagi kesejahteraan hidup manusia dan mengubah keseluruhan hidup masyarakat ke dalam kebudayaan modern. Kebudayaan modern ini diartikan sebagai suatu kebudayaan yang mencerinkan pemikiran, perbuatan dan kreativitas yang bersifat baru, yang ditandai oleh unsur-unsur  pokoknya berupa sains dan teknologi maju serta  kehidupan kerohanian yang memberi tanggung jawab dan solidaritas baru dan luas kepada manusia.
Cendekiawan-cendikiawan modern yang telah sadar dan membuka mata terhadap nasib dan penderitaan bangsanya dijajah, kemudian tampil sebagai pemimpin-pemimpin bangsa yang memperoleh pendidikan modern dan berkenalan dengan kebudayaan modern melalui sekolah-sekolah Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi modern seperti Budi Utomo, dll, untuk mendidik dan menyadarkan rakyat akan perasaan senasib dan sepenanggungan.
Keadaan masyarakat baru atau modern Indonesia tercermin dari karya-karya sastranya. Sastra Indonesia sebagai ekspresi yang bebas dari para pengarangnya, mempersoalkan tema-tema kemanusiaan dan kehidupan masyarakat yang aktual dalam ragamnya. Masalah-masalah emansipasi wanita, pergaulan kaum intelektual dan kehidupan masyarakat kota tercermin dalam novel-novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar