Jumat, 01 Maret 2013

PECINTA BUDAYA



PECINTA BUDAYA

(Oleh: Nopenius Zai & Kamarudin Zai)
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Gunungsitoli
Disampaikan dalam Siaran Berjaringan Bersama LPP RRI Koordinasi Wilayah Medan (Medan, Sibolga, Gunungsitoli, Banda Aceh, Lhoukseumawe dan Meulaboh dalam gelaran
Morning Show yang disiarkan melalui Frekwebnsi FM 101,3 M.Hz Gunungsitoli
Sabtu, 28 April 2012

A.     Kata Kunci:
Cinta berarti menyukai apapun hal-hal yang baik yang dimiliki oleh pulau itu sendiri. Budaya berarti pikiran, akal budi ( Bahasa dan adat istiadat). Pecinta budaya berarti orang yang menyukai budayanya sendiri. Sama halnya dengan budaya orang Nias. Bagaimana orang lain mencintai budaya Nias tersebut, apabila orang Nias, dan luar Nias mampu menikmati, melestarikan, mengapresiasi, membudayakan dan menjunjung tinggi budaya Nias dalam kehidupan dan berbagai kegiatan sehari-hari. Dari segi:
1.       penggunaan Bahasa
2.       Cara Berbusana
3.       Bersosial
Terpeliharanya Budaya Nias Seperti: Bahasa Rakyat, Ungkapan Tradisional, Nyanyian rakyat,  Adat-istiadat,Musik tradisional, Maena dan sejenis tari lainnya dan Fondrako apabila ada kerjasama yang baik dari berbagai pihak, baik bersifat internal dan eksternal.

B.       Fangowai Ba Fame’e Afo
Ya’ahowu
Nias atau ono Niha yang bermukiman di pualu Nias adalah salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di sebelah Barat Pantai Sumatera yang memiliki kebudayaan tersendiri seperti halnya suku-suku lainnya di Indonesia. Orang Nias mempunyai pemandangan bahwa Tome adalah orang yang dijunjung tinggi. Hal ini terlihat pada ungkapan orang Nias “Emali dome si so ba lala, ono luo na so yomo” (Tamu yang masih di jalan dianggap asing, tetapi setelah tiba di rumah di junjung tinggi). Kata Ya’ahowu biasanya diucapkan sambil penyuguhan sirih kepada Tome (Tamu).
Kata Ya’ahowu adalah ucapan selamat atau salam dalam bahasa daerah Nias. Ditinjau dari segi morfologi, Kata Ya’ahowu terdiri dari 3 kata yakni :
“Ya”  artinya menyatakan harapan, semoga, atau mudah-mudahan.
“A”  artinya awalan yang berfungsi membentuk sifat.
”Howu”  artinya bagian yang lembut, segar dan sedang bertumbuh pada suatu tanaman. Contoh: howu lewuo (rebung), howu gae (pisang).


C.     Bahasa Rakyat
          Bahasa rakyat merupakan media untuk memenuhi kebutuhan menyampaikan atau menanggapi suatu
informasi. Bahasa Nias memiliki perbedaan logat. Logat adalah dialek atau cara mengucapkan kata (aksen) atau lekuk lidah yang khas.
Contohnya, masyarakat sekitar Kota menuturkan satu kata “He zo moi o?” sementara masyarakat Nias selatan mengucapkan “He gaga Moi?.

D.       Nyanyian Rakyat
          Nyanyian rakyat adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Yang berfungsi mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat menjadi semacam pelipur lara. Kalau kita resapi isi dari nyanyian rakyat ternyata isinya banyak berupa pituah atau petunjuk yang diberikan nenek moyang kita dalam kehidupan sehari-hari.
          Dalam nyanyian rakyat memilik fungsi yaitu: 1 Kreatif, 2. Sebagai pembangkit semangat, 3. Sebagai protes sosial, dan untuk memelihara sejarah setempat dan klan.
“hoho”(Nias),untuk memelihara silsilah klan besar orang Nias yang disebut Mado.
          Dari aspek nilai, Nyanyian Rakyat Nias mengandung nilai yang sangat hakiki dalam kehidupan masyarakat Nias, yaitu:
1.       Nilai filosofis, adalah nilai yang merepresentasi­kan pandangan hidup atau kebijaksanaan hidup masyarakat Nias  untuk mengendali­kan dan mengarahkan manusia dalam bersikap, berperilaku atau perbuatan ke arah yang lebih baik, meliputi :
 a . Sikap teguh dalam pendirian atau memegang teguh  prinsip hidup,
 b.  Sikap menentukan  pegangan hidup yang kokoh (sikap kepastian), dan
 c . Sikap kebijaksanaan,
2        Nilai sosiologis, adalah nilai-nilai yang merepresentasikan  hubungan atau interaksi  manusia dengan manusia dalam masyarakat  Nias yang direfleksikan  dalam  bentuk perilaku, sifat, kebiasaan untuk membangun hubungan timbal balik yang lebih harmonis, meliputi
a        pentingnya tolong-menolong
b        pentingnya bermusyawarah untuk menyatukan pendapat,
c        pentingnya persaudaraan dalam suka dan duka,
d        berdedikasi tinggi  untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara, 
e        menjaga dan memelihara kerukunan hidup

a.  Oya Zisȍkhi
Oya zisȍkhi, zifalukha ba wekoli
Ba lȍ zui taya ba dȍdȍgu, mbanuagu sindruhu
            Awakhȍ dȍdȍ, na itȍrȍ zui tȍdȍgu
            Nahiagu sitorȍi ya’o, awȍ dalifusȍgu
            //: He tȍdȍgu bȍi olifu’ȍgȍ
                Fefu zifasui banuamȍ
Banuagu, tanȍ situmbu ya’odo
Banua zatua somasido, sitebai olifudo
  Catatan : berdedikasi tinggi  untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara.

b.     Nagoyomanase
Nagoyomanase, sise’ise bawa
Ba sanau ahe, ba sanau kaewa
I’urȍi nidanȍ, i’urȍini mbombo
Wangalui ȍnia, wangalui ȍnia ba ono goro
lȍ’ulȍ’a, lȍ’ulȍ’a, lȍ’ulȍ’a, akaewa-kaewa
ha, ha, ha, ha, ha,...ha, isȍndra gȍnia

c.     So Nono Manugu
so nono manugu, nibe zibayagu, ono manu meda, sigariti bu
ha sihulȍwongi, la’andrȍ saribu, ha tanȍ owi ba’utaba diwogu
     bahe’uwisa wemanga ambȍ asio ambȍ lada
hiza nono wofo, ba hogu nohi, tafaigi mbu nia, awuzi-wuzi
na’ilau mowengu, sihulȍwongi, wa’ahakhȍ dȍdȍ, zamondrongo li
     ba he’uwisa wanga’i, ambȍ danga arȍu si’ai

E.   Maena
Maena merupakan tradisi masyarakat  nias yang selalu dilakukan pada setiap pertemuan yang bernuansa kegembiraan dan penuh suka cita seperti pesta pernikahan, owasa.

F.   Tari Tradisional Nias
1.       Tari moyo
2.       Tari baluse
3.       Tari fame’e afo

G.    FONDRAKO

Fondrako adalah salah satu ungkapan tentang hukum-hukum adat dan tata laksananya dalam kehidupan orang Nias. Fondrako ini merupakan aturan-aturan serta sanksi-sanksi yang mengatur tata kehidupan orang Nias yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Fondrako yang dikenal oleh seluruh ono Niha di tano Niha merupakan kumpulan dan sumber segala hukum yang menjadi landasan hidup ono Niha baik masyarakat maupun perorangan.
Manfaat Fondrako yakni :
Masi-masi (kasih sayang)
Moli-moli (pengasuh atau pencegahan)
Rou-rou (pendorong berbuat atau pengasahan)

H.     Musik Tradisional Daerah Nias
Musik Tradisional Daerah Nias dibedakan atas dua macam yakni:
1.         Instrument (alat musik)
a.       Alat mudik ritmik
yaitu berfungsi dan berperan memainkan irama tertentu
Seperti : gondra, tutu, tabulia, koko dsb.
b.       Alat musik melodi
Berperan memainkan music tertentu
Contoh: lagia, faritia,doli-doli, sigu, surune, duri mbewe, aramba, duri gahe dsb.
Catatan : instrument music yang dipakai noleh masyarakat suku ono Niha disebut ngawalo zoli. Dapat dibedakan jenis menurut fungsi, status orang yang membunyikannya dan tempat penampilannya

I.              Ungkapan Tradisional Nias
                 Ungkapan Merupakan perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan maksud atau kiasan.  Ungkapan tradisional memiliki tujuan yakni: Untuk memperhalus budi, Lebih menekankan kepada perasaan, Lebih menekankan kepada rasa persaudaraan.
a.    Perumpamaan artinya mengibaratkan langsung tingkah laku atau keadaan manusia dengan binatang, tumbuhan, alam sekitar yang diungkapkan dalam satu kalimat dan lengkap dengan kata-kata: bagai, sebagai dan bagaikan.
       Contoh;
Ø          Hulò harita olifu ia gulinia ( seperti kacang yang lupa akan kuliynya)
Maknanya: seorang anak yang sudah berhasil lupa akan orang yang mendukung dia sebelumnya
Ø                   Afuru mbelewa ziambu, abòu nomo duka (parang tukang besi tumpu, rumah tukang lapuk)
Maknanya: dikatakan kepada orang yang asyik saja mengerjakan kepentigan orang lain, mau mengambil urusan orang lain tetapi pekerjaanya saja tebengkalai.
b.            Pepatah artinya ungkapan yang berisikan (anjuran, karangan, kritikan dan sindiran) yang di sampaikan dalam satu kalimat pendek.
Contoh:
Ø         Abòlò wameraò dima ba alua zafeto
Kalau kita terlalu menekan seseorang , dia bisa membalas dengan kasar.
Maknanya:
Setiap orang yang sudah berkeadaan janganlah kita mengangap remeh orang yang lemah
Ø         Abua gòmò lò abua `li
Kata-kata sindiran (yang menyakitkan hati) sering terlalu sulit dilupakan.
Maknanya:
Dalam hidup janganlah kita mengambil dosa kepada sesama, karna hidup ini seperti roda kadang naik kadang menurun.

J.        Pertanyaan Tradisional
Teka-teki adalah cerita pendek yang menuntut adanya jawaban atas maksud dari cerita itu. Dengan karakteristiknya seperti itulah, teka-teki dapat digolongkan dalam jenis sastra.
Bentuk-bentuk pertanyaan tradisional (teka-teki) tersebut dapat digolongkan ke dalam 2 bentuk, yaitu:
1.    Teka-teki yang tidak memiliki nilai sastra
Contoh:
No.
Pertanyaan
Jawaban
1
Adulo ba nard dand
Gowi-gowi
2
Faldldwa ba nard dand
Talinga go’o
3
Belewa gari ba dalu mbanua
Bua mboli




2.    Teka-teki yang memiliki nilai sastra
Contoh:
So samdsa rajo iwad khd Jimiki ldsd khdda wakhe tou ba newali. Ba hija na’d taboi manu mofdnudo khdu ba na’i’a gdi manu ba mofdnudo khdu. Andrd mangera-ngera Jimiki awaitd lala “ikdlini” enad bdi ita boi manu ba enad gdi ld idou fakhe manu.

Fungsi Pada Teka-Teki Nias Yaitu:
a.    Mendidik
Misalnya:
·         Huld wahd ld manga nald labdzi doyo (harafiah)
Jawaban teka-teki di atas adalah pahat. Dapat menjadi nasihat atau didikan bagi seorang anak/pembaca. Di ibaratkan orang yang malas beraktivitas.
b.     Hiburan
Misalnya:
Hadia nagole si tebai la’a
Jawaban teka-teki tersebut tidak terduga karena orang tidak akan menyangka jawaban yang demikian. Orang cenderung berpikir luas. Kira-kira daging apa yang tidak bisa dimakan. Tidak terduga bahwa jawabannya sabut kelapa. Ketidakterdugaan dan kelucuan inilah yang membuat toka-toki ini menjadi hiburan belaka bagi penikmatnya.
c.    Menggoda
Misalnya:
Mo meme niha bdd dombua, mo meme niha da’a hasambua
Jawab: Gong. Orang berpikir jawaban teka-teki tersebut berhubungan dengan sesuatu yang porno. Pernyataan Mo meme niha bdd dombua, mo meme niha da’a hasambua, membuat orang mengasosiasikannya dengan meramalkan seorang cewek. Padahal jawabannya adalah gong.

K.       Hoho
   Hoho atau puisi rakyat adalah syair/sastra Ono Niha yang mengungkapkan sesuatu kejadian-kejadian masa lalu dengan syair yang berirama dan sering mengungkapkan sesuatu dengan berbagai gaya/bahasa/majas (amalalata wehede)
Yang mana penutur pertama menyampaikan sumange ini dengan cara merendah atau litotes. Sedangkan lawan bicara menerimanya dengan membesar-besarkan (Hiperbola). Hoho ini mengisahkan pemahaman, konsep, ide masyarakat Nias terhadap asal-usul terhadap sesuatu atau asal mula kejadian.
Pada umumnya terdiri atas dua baris setiap bait. Setiap bait terdiri dari 4 – 8 kata. Baris kedua merupakan pengulangan dari baris pertama dengan sedikit perubahan. Hoho diucapkan oleh seseorang pada saat pesta adat (mungkin pesta pernikahan) dari pihak tamu.
   Biasanya, sebelum pembicaraan dilanjutkan, pihak sowato wajib memberikan afo (sekapur sirih) kepada tome yang diantar dengan hoho. Kemudian, tome pun wajib menerimanya dengan hoho pula.
    
Hoho Ba Walöwa
Haöyö hae badatalau molaya                                                                         
Molaya wanalikhi                                                                                          
Molaya manaho
Ya’ita ono dalifusö                                                                               
Ya’ita ono makhelo                                                                              
Meno tohae ita                                                                                    
Tohare a’oi so...
# Tari höli-höli ya’ita ono dalifusö ono wabanuasa sowatö börö zi numana.
     Hu u u u u . . . . . .

Hoho Ba Zimate
Haöyö hae badatalau molaya                                                                           
Molaya wanalikhi                                                                                             
Molaya manaho
Ya’ita ono dalifusö                                                                                 
Ya’ita ono makhelo                                                                                
Meno tohae ita fefu                                                                                
Tohare a’oi so                                                                                    

.




















1 komentar: